Skip to main content

Aksiologi Pembelajaran Matematika SMP

Yogyakarta, November 2019

Aksiologi Pembelajaran Matematika SMP
Oleh: Indra Kusuma Wijayanti

Dalam perkuliahan filsafat Ilmu oleh Bapak Marsigit kali ini saya akan membahas tentang fenomena pembelajaran di SMP
Akhirnya mulai aktif di blog ini lagi setelah sekian lama vakum, postingan kali ini tentang Penjelasan Filosofi Fenomena Pembelajaran di SMP. Beberapa materi pembelajaran matematika di SMP akan kami bahas pada tulisan kali ini.

Terima kasih Bapak Marsigit karena memberikan ruang kepada kami untuk mengekspresikan isi kepala kami.

Dalam memahami matematika, filsafat menjadi salah satu pendekatan yang dipilih. Memikirkan matematika secara filsafat berarti memikirkan matematika secara reflektif (Marsigit, 2015 : 81). Pendekatan filsafat tidak akan berhenti sampai pada pemikiran yang bersifat common sense saja. Suatu konsep yang sudah didapatkan tidak begitu saja diterima, tetapi terlebih dahulu direfleksikan. Pemikiran filsafat akan memberikan jarak antar apa yang kita pikirkan dengan objek yang kita maksud. Proses berpikir yang dilakukan akan memancing rasa ingin tahu manusia. Rasa ingin tahu ini akan terus berkembang, walaupun pada akhirnya pemikiran manusia sendiri memiliki batasan tertentu. Berpikir filsafat juga akan menghadirkan masalah, misalnya sulit bagi kita untuk menyatakan apa yang kita pikirkan benar-benar ada.

Filsafat sendiri memiliki banyak cabang, di antaranya adalah ontologis, epistemologis dan aksiologis. Pendekatan ontologis berusaha mengkaji mengenai hakikat matematika. Salah satu pertanyaan ontologis yang muncul dalam membahas hakekat matematika adalah tentang apa saja objek matematika. Selanjutnya pendekatan epistemologis membahas mengenai cara mendapatkan pengetahuan matematika. Sedangkan pendekatan aksiologis berkaitan dengan kegunaan dari matematika. Selain itu, aksiologi matematika berusaha mengkaji nilai matematika secara filosofis.

Aksiologi membahas mengenai kegunaan dari suatu ilmu pengetahuan. Pembahsan aksiologi juga tidak bisa dipisahkan dari pemahaman mengenai value atau nilai. Nilai menyatakan kualitas yang terkandung pada segala hal di dunia. Nilai tidak dapat berdiri sendiri melainkan menjadi bagian dari seluruh kondisi lingkungan yang ada. Pandangan mengenai nilai akan merujuk pada kemampuan manusia dalam memikirkan kualitas objek di sekitarnya. Robert S. Hartman (1967:39) menyampaikan bahwa nilai (value) didefinisikan sebagai makna dan sebagai kualitas yang dimiliki.Sesuatu yang memiliki kualitas lebih baik akan lebih bernilai dan begitupun sebaliknya. Hartman mencontohkan bahwa kursi yang nyaman akan lebih bernilai dari sebuah kursi yang terbuat dari kayu biasa. Contoh lain adalah kue yang enak akan lebih bernilai dari kue yang biasa saja.

Matematika dan Aksiologi Matematika
Pengertian matematika terus berkembang dari pemahaman para filusuf mengenai matematika, mulai dari Socrates, Plato, Immanuel Kant hingga sampai pada pemahaman para filusuf kontemporer. Marsigit (2015:156) menyatakan bahwa secara pragmatis matematika dipandang sebagai ilmu tentang dunia nyata di mana banyak konsep matematika muncul sebagai usaha sadar manusia dalam memecahkan permasalahan dunia. Beragamnya masalah yang muncul pada berbagai bidang menghadirkan banyak istilah matematika yang bersesuaian dengan bidang itu, misalnya pada bidang kimia, biologi, geografi, fisika dan lain sebagainya.

Pembahasan mengenai aksiologi matematika seringkali berkaitan dengan aksiologi pendidikan matematika. Dalam hal ini, aksiologi pendidikan matematika lebih menekankan pada tujuan pengembangan kualitas manusia sebagai pengguna matematika. Di sisi lain, aksiologi matematika lebih menekankan pada kegunaan ilmu matematika itu sendiri. Dengan demikian, walaupun keduanya saling berkaitan namun tetap memiliki ranah yang berbeda

Pandangan mengenai aksiologi matematika berhubungan dengan aksiologi science yang kemudian disebut sebagai formal axiology. Konsep dari formal axiology secara singkatnya menyatakan apa yang dilakukan matematika pada kondisi tertentu dan pada ilmu pengetahuan. Dalam salah satu tulisannya Robert S. Hartman (1967:39) menyatakan bahwa formal axiology didasarkan pada logika alami dari sebuah makna yaitu intension dan pada struktur intension sebagai himpunan predikat. Karena matematika bersifat objektif dan a priori maka formal axiology juga bersifat objektif dan a priori.

Pembahasan pokok aksiologi matematika adalah nilai dan tipe nilai matematika. Axiometrics International, Inc. (2002:6) menyatakan bahwa menurut Hartman, matematika sebagai salah satu ilmu pengetahuan setidaknya memiliki empat tipe nilai yaitu : (1) Nilai karena keunikannya, (2) Nilai karena fungsinya, (3) Nilai karena maknanya, dan (4) Nilai karena tujuannya.

Pendidikan dan Aksiologi Pendidikan Matematika

Filsafat pendidikan yang merupakan salah satu filsafat terapan menggunakan pola berpikir kefilsafatan yang bertolak dari kajian ontology, epistemology dan aksiologi. Implikasi dalam pendidikan diterapkan dalam telaahan tentang hakikat tujuan pendidikan, hakikat pendidik dan anak didik, hakikat pengetahuan/ilmu pengetahuan yang dirancang dalam kurikulum, dan hakikat nilai atau kegunaan pendidikan dalam kehidupan atau metode mencapai tujuan pendidikan.

Implikasi dari landasan aksiologis terhadap pendidikan, memberi wawasan kepada pendidik/guru dapat secara kreatif mencari makna dan nilai manfaat ilmu, serta metode dan strategi belajar yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang mendidik. Berkaitan dengan hal tersebut, ilmu pendidikan memiliki nilai aksioligis bukan hanya pada tataran hasil pendidikan, tetapi tujuan maupun prosesnya telah menggambarkan nilai-nilai yang akan dicapai, nilai-nilai proses yang dilaluinya serta hasil yang diharapkan. 

Aksiologi pendidikan matematika adalah kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah yang tidak hanya transfer ilmu pengetahuan namun juga mengutamakan ketercapaian sikap spiritual dan sosial yang baik setelah anak belajar matematika di sekolah. Indikator keberhasilannya dapat dilihat dari bagaimana anak bertingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan setelah mereka mempelajari pelajaran-pelajaran di sekolah, khususnya pelajaran matematika. Aksiologi pendidikan matematika dapat dikaitkan dengan tujuan pembelajaran matematika. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar hingga kelas XII  memerlukan standar pembelajaran yang berfungsi untuk menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir, kemampuan penalaran matematis dan memiliki pengetahuan serta ketrampilan dasar yang bermanfaat

Menurut NCTM 2000, disebutkan bahwa terdapat lima kemampuan  dasar  matematika  yang  merupakan  standar  proses yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections) dan representasi (representation). Mengacu pada lima standar kemampuan NCTM, maka dalam tujuan pembelajaran   matematika   menurut Badan   Standar   Nasional Pendidikan (BSNP) 2006 yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1) memahami konsep–konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep tersebut dalam menyelesaikan soal atau masalah; (2) menggunakan penalaran, melakukan manipulasi, serta menyusun bukti; (3) memecahkan masalah antara lain mampu memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, serta menafsirkan solusinya; (4) menyajikan gagasan matematis dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.


 Penjabaran tujuan pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut:
1.    Memahami konsep-konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep tersebut dalam menyelesaikan soal atau masalah.
Indikator tercapainya tujuan pertama dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
a.       Menyatakan ulang suatu konsep
b.      Mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
c.       Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
d.      Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematis
e.       Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep
f.       Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu
g.      Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah
2.      Menggunakan penalaran, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan penyataan matematika.
Selama proses pembelajran di kelas, pembuktian  dapat ditunjukkan secara induktif maupun deduktif. Penggunaan penalaran pada siswa dapat ditunjukkan dengan contoh seperti di bawah ini.
Berikan contoh yang lebih banyak, agar siswa dapat menyimpulkan bahwa
Perhatikan bahwa m dan n mewakili sembarang bilangan asli.
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun pembuktian atau menjelaskan gagasan matematika.
Penalaran menurut Santrock (2009:8) adalah pemikiran logis yang menggunakan cara berpikir induksi dan deduksi untuk mencapai suatu kesimpulan. Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk meraik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum yang telah dibuktikan kebenarannya sebelumnya.
Contoh penalaran induktif adalah sebagai berikut, siswa mampu menyimpulkan bahwa jumlah sudut dalam pada segitiga sebesar  setelah melakukan kegiatan memotong tiga sudut yang dipotong pada tiap segitiga kemudian dirangkai sedemikian sehingga membentuk sudut lurus.
Kemudian gabungkan seperti gambar di bawah ini.
Selanjutnya, contoh penalaran deduktif adalah siswa mampu melakukan pembuktian jumlah sudut dalam pada segitiga sebesar  dengan menggunakan prinsip tentang sifat sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis ketiga (sehadap, berseberangan, sepihak) yang sudah dipelajari pada materi sebelumnya seperti gambar berikut.
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan pola dan sifat, melakukan menipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti dan menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menfasirkan solusi yang diperoleh.
Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan penyelesaian masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model atau menfsirkan solusi yang diperoleh. Pada tahap memahami masalah indicator yang dapat dilihat adalah dengan melihat apakah siswa sudah bisa  menuliskan diketahui, ditanya dan dijawab. Kemudian pada tahap merancang model matematika dan meyelesaikanya jika guru memberikan permasalahan dalam soal cerita, siswa mampu menyimbolkan atau menulisakan kedalam Bahasa matematika lalu siswa bisa memilih langkah mana yang harus dilakukan dan mampu menyelesaikannya. Kemudian, pada tahap menafsirkan solusi yang diperoleh dapat ditunjukkan melalui apakah siswa mampu menyimpulkan lalu menjawab pertanyaan dalam permasalahan.
4.      Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah.
Ide adalah sesuatu hal abstrak yang ada dalam benak masing-masing individu. Orang lain tidak akan mengerti ide atau gagasan kita jika kita mengutarakannya, agar orang lain mengerti maka kita perlu mengomunikasikannya, dalam pembelajaran matematika salah satu indicator seorang siswa dikatakan dapat mengomunikasikan gagasan jika siswa dapat melakukan komunikasi secara matematis sebagai berikut. Misalkan seorang siswa mendapat tugs dari seorang guru sebagai berikut:
a.       “Gambarlah sebarang segitiga lancip, siku-siku, dan tumpul. Ukurlah besar setiap sudut pada setiap segitiga menggunakan busur derajat, jumlahkan sudut-sudut hasil pengukuran, berikan kesimpulanmu.” Siswa dikatakan mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas itu bila ia mampu memperjelas tugas dan penyelesaiannya dengan memanfaatkan pengetahuannya tentang jenis segitiga dan table.
b.      Disajikan sebuah data berkelompok dalam bentuk histogram, kemudian siswa diminta mencari rata-rata dari data berkelompok tersebut. Siswa dikatakan mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas itu jika siswa mampu mengubahnya ke dalam table kemudian melakukan perhitungan sesuai algoritma mencari rata-rata.
c.       Disajikan permasalahan program linier sebagai berikut “Suatu perusahaan meubel memerlukan 18 unsur A dan 24 unsur B per hari. Untuk membuat barang jenis I dibutuhkan 1 unsur A dan 2 unsur B, sedangkan  untuk membuat barang jenis II dibutuhkan 3 unsur A dan 2 unsur B. Jika barang jenis I dijual seharga Rp 250.000,00 per unit dan barang jenis II dijual seharga Rp 400.000,00 perunit, maka agar penjualannya mencapai maksimum, berapa banyak masing-masing barang harus di buat?”. Siswa dikatakan mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas ini jika ia mampu memanfaatkan pengetahuannya tentang pertidaksamaan linier, menggambar grafik, menentukan daerah penyelesaian dan melakukan titik uji.

5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingintahu, perhatian, atau minat dalam mempelajari matematika.

Sebagai contoh, siswa meyakini bahwa matematika tidak memiliki kegunaan, usaha yang dapat dilakukan guru adalah menunjukkan kebermanfaatan matematika atau pentingnya mempelajari. Hal ini dapat ditunjukkan guru melalui pemberian motivasi pada awal pembelajaran, misalnya dengan menuliskan keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Contoh motivasi dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut “Suatu hari, tukang kebon di sekolahmu diminta oleh kepala sekolah untuk mengecat tembok kelas 7A yang memiliki ukuran . Cat tembok dengan merk tertentu, satu kalengnya hanya cukup untuk mengecat  dengan harga Rp.55.000,00 per kaleng. Kemudian dia bertanya kepadamu, kira-kira berapa banyak uang yang harus ia minta ke pihak sekolah untuk mengecat tembok tersebut? Sebagai siswa yang pandai kamu harus bisa membantu Pak Bon, akan malu jika kamu tidak dapat membantu pak bon, untuk itu hari ini kita akan belajar mengenai luas bangun datar” 


Referensi
Axiometrics International, Inc. (2002). Validity Studies Of The Hartman Profile Model. Diunduh dari http://www.assessments24x7.com/validity/HVP%20Validity-Research.pdf

Ernest, Paul. (1989). Philosophy, Mathematics and Education. International Journal of Mahetmatic Education in Science and Technology. Journal. Hal 555-559.
Ernest, Paul. (1991). The Philosophy of Matheamtics Education. London : The Falmer Press.
Hartman, Robert S. (1967). Formal Axiology and The Measurentment of Value. The Joural of Value Inquiry. Hal 38-46.
Marsigit, Ilham Rizkianto & Nila Mareta Murdiyani. (2015). Filsafat Matematika dan Praksis Pendidikan Matematika. Yogyakarta : UNY Press.
NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston: NCTM
Nurroh, Syampadzi. 2017. Thesis Studi Kasus : Telaah Buku Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer) oleh Jujus S. Suriasumantri. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Marsigit powermathematics.blogspot.com

Bapak Marsigit, Marsigit Indonesia


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

PERKEMBANGAN MATEMATIKA

Abstrak Secara garis besar tulisan ini membahas mengenai perkembangan matematika dan matematika model. Pendahuluan pada tulisan ini berisi alasan penting mempelajari filsafat, kemudian fisolosofi matematika dan matematika model. Selanjutnya pada pembahasan dibahas mengenai aliran-aliran perkembangan matematika, objek-objek matematika dan ontology, epistemology matematika model serta perkembangan matematika dan matematika model. Pembahasan mendalam mengenai perkembangan matematika dan matematika model diawali dengan penjelasan konsep kalkulus atau limit neizbi, matematika formal Hilbert, kemudian munculnya teorema ketidaklengkapan Godel. Selanjutnya adalah Tarski's Undefinability Theorem dan penyelesaian Entscheidungsproblem oleh Alan Turing, dimana masalah pada Entscheidungsproblem yang awalnya diungkapkan oleh Hilbert akhirnya dapat diselesaikan oleh Alan Turing. Tulisan ini diakhiri dengan penjelasan mengenai Mathematics Nonstandart dan Transformasi. Pendahuluan P...

Filsafat Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan

Yogyakarta, November 2019 Filsafat Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Oleh: Indra Kusuma Wijayanti Dalam Perkuliahan Filsafat Ilmu Bapak Marsigit Berbicara mengenai Filsafat, maka bagi saya erat kaitannya dengan menuliskan apa yang kita pikirkan dan memikirkan apa yang kita tuliskan. Tulisan kali ini akan membongkar pemaknaan filsafat penjumlahan menurut versi Indra Kusuma Wijayanti Penjumlahan, berawal dari kata dasar Jumlah memiliki makna tentang bertambah. Bertambah banyak. Bertambah sedikit. Bertambah kuat. Bertambah cerdas. Bertambah iman. Bertambah bersih. Dan bertambah lainnya. Hal yang bekebalikan dengan penjumlahan sudah tentu adalah pengurangan. Kata dasar pengurangan adalah kurang. Berkurangnya jatah hidup. Berkurangnya kegagahan. Berkurangnya daya ingat, dan lain sebagainya. Penjumlahan dan pengurangan merupakan bagian dari operasi hitung yang dikenal sejak SD sampai sekarang, dimanapun jenjang pendidikannya. Pengenalan mengenai penjumlahan dan pen...

Marsigit_Indra Kusuma W_Tugas Akhir Link

Tujuan dan manfaat akses link tugas di google: 1. Niat Ibadah 2. Sosialisasi ilmu 3. Promosi profesional development 4. Mengisi segmen medsos dengan kebaikan. 5. Motivasi yang lain. 6. Penguasaan ICT 7. Menyediakan sumber belajar 8. Arsip kegiatan belajar. Aamiin. Berikut Link untuk akses tugas akhir saya https://drive.google.com/drive/folders/1D4RZ1orxJfugCNAk1nx1GHoQqS8xjFjE  perbaikan link https://drive.google.com/folderview?id=1D4RZ1orxJfugCNAk1nx1GHoQqS8xjFjE